Pasar tradisional yang identik dengan sebuah tempat interaksi jual beli antara pedagang dan pembeli yang becek, kotor, bau, pengemis, preman dan tentunya panas. Dibandingkan dengan pasar modern yang menggunakan lift maupun eskalator untuk naik turun tiap lantai, udara dingin dari AC, bersih dan aman dari pengemis maupun preman. Tentunya sebagian orang mulai mengalihkan perhatian dan memandang sebelah mata pasar tradisional dan mulai beralih ke pasar modern. Terlebih para generasi muda yang mereka lebih beranggapan bahwa bila berbelanja di pasar tradisional itu kampungan sedang mereka bangga bila telah membeli sepasang sepatu dari pasar modern(mall) yang tentu memasang harga yang lebih mahal dan bahkan mencapai 5 kali lipat dari harga di pasar tradisional. Padahal barang yang diperjual belikan sama dan secara kualitas barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional tidak kalah baik dengan barang yang terpampang di toko-toko kaca pasar modern.
Satu hal yang sangat signifikan yang membedakan antara pasar tradisional dengan pasar modern ialah tawar menawar harga dari barang yang diperjualbelikan. Tawar menawar merupakan ciri khas dari pasar tradisional. Kita dapat membeli barang setengah dari harga yang ditawarkan penjual. Hal ini berbeda dengan pasar modern yang melabel setiap barang dagangan dan kita harus membayar sesuai dengan harga yang tertera tanpa proses tawar menawar walaupun harga itu masih dirasa mahal.
Pasar tradisional mulai jarang dikunjungi untuk saat ini terutama para generasi muda. Padahal tidak semua pasar tradisioanal itu kotor, bau, becek dan panas. Pemerintah telah berupaya membangun pasar-pasar tradisional agar nyaman dikunjungi. Namun para generasi muda terutama masih enggan pergi berbelanja di pasar tradisional. Para generasi muda merasa lebih percaya diri menggunakan barang-barang dari mall-mall yang harganya mahal dan dipamerkan kepada teman-temannya. Kita juga dapat melihat jika kita mengunjungi pasar modern banyak anak muda hilir mudik mencari barang maupun hanya sekedar nongkrong. Tentunya dengan dandan modis seakan ada pesta di pasar.
Hal ini berbanding terbalik dengan yang kita dapat bila berjalan-jalan ke pasar tradisional. Kita melihat seorang ibu-ibu tua sedang menunggu barang dagangannya dan sesekali menawarkan barang kepada setiap orang yang lewat. Atau, seorang ibu yang sedang menawar harga barang yang diinginkannya kepada penjual dengan harapan memperoleh harga yang murah dan menunggu adanya kesepakatan harga dengan si penjual. Banyak para pedagang yang menggantungkan hidup di pasar tradisional. Mulai dari penjual yang menetap menggunakan lapak-lapak yang menjadi andalannya, maupun penjual makanan dan minuman keliling yang hilir mudik mencari pembeli. Namun, mungkin kita akan sedikit kecewa jika kita mengharapkan anak muda yang sedang jalan-jalan di pasar tradisional walaupun tidak semua pasar tradisional itu sepi para pemuda dan pemudi.
Jika demikian,
Bagaimana eksistensi pasar tradisional ke masa yang akan datang?
Akankah pasar tradisional akan tergusur bangunan mall-mall besar dengan semakin menua dan tak berdayanya para ibu-ibu tua pedagang?
Atau, akan selamanya menjadi seperti panti-panti jompo yang menampung kehidupan masa tua ?
HANYA WAKTU YANG DAPAT MENJAWABNYA!!!!!!!!!!
ya,, rata2 atau hmpir smua pmuda msa kni malu datang ke pasar tradisional.. peran2 para pemilik modal besar aq rasa jg brpengaruh jg.. cz banyak pasar2 tradisional yg dgusur dan lahanny digunakan untuk tempat usaha yang lebih modern.. tambahan'a ya itu..
BalasHapustinggal peran qt para pemuda aj.. kesadaran dan kepedulian.. :D
uapaya apa yang harus dilkukan pemerintah agar pasar tradisional tidak mengalami kemunduran ?
BalasHapusmengapa pemerintah sering mengusur pasar tradisional?