Senin, 30 Januari 2012

TEORI BUNUH DIRI EMILE DURKHEIM

Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.

Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:

Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama

Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.

Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga

Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.

Ø Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik

Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.

Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik.

Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:

1)   Bunuh Diri Egoistis

Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini  melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya.

Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.

2)   Bunuh Diri Altruistis

Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri).

Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.

3)   Bunuh Diri Anomic

Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan.

Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.

Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.

4)   Bunuh Diri Fatalistis

Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.

Hubungan Empat Jenis Bunuh Diri menurut Durkheim

Integrasi
Rendah
Bunuh diri egoistis
Tinggi
Bunuh diri altruistis
Regulasi
Rendah
Bunuh diri anomic
Tinggi
Bunuh diri fatalistis




Rabu, 11 Januari 2012

KORUPSI! BUDAYA ATAU TERPAKSA?


Sebagian besar jika kita menonton acara berita di televisi kita mendapati kasus korupsi. Seakan korupsi merupakan hal yang lumrah dan menjadi santapan masyarakat Indonesia setiap hari. Mulai dari kasus jutaan sampai milyaran. Mulai dari dana pembangunan, kesehatan, bahkan sampai dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk perbaikkan moral para generasi muda di lain intelektual. Dari sekian banyak kasus sampai seakan-akan korupsi telah menjadi budaya bangsa Indonesia dan menjadi kebiasaan. Indonesia memiliki tingkat kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Di sisi lain banyak orang yang sangat kaya bahkan sampai diperhitungkan dunia, disisi lain masih banyak orang yang untuk makan sehari-hari perlu mengemis.
Dari tingkat pejabat daerah sampai tingkat pejabat yang duduk di kursi parlemen. Banyak yang berpendapat bahwa semua pejabat itu korupsi. Seakan fasilitas dan kompensasi yang dianggarkan Negara kurang sehingga mereka masih memperkaya diri mereka dengan uang hasil korupsi. Hal ini semakin marak terjadi karena lemahnya hokum di Indonesia. Para penegak hukum di Indonesia pun melakukan tindak pidana korupsi. Masyarakat mulai menyimpulkan bahwa korupsi menjadi sebuah paksaan. Dimana yang dikatan sebagai sebuah pejabat itu jika sudah melakukan korupsi. Baik pejabat tingkat desa maupun sampai pemerintahan yang di Jakarta.
Bagaimana masyarakat percaya bila penegak hukum yang seharusnya menindak para koruptor pun ikut melakukan korupsi. Sebagai bukti banyak kasus-kasus besar korupsi yang mencapai trilyunan rupiah bak hilang ditelan bumi. Sebagai contoh kasus Century yang dulu sempat booming dan bahkan sampai mendunia, namun sekarang kasus itu tidak pernah ada penyelesaian. Mungkin kasus ini sengaja dihilangkan ataupun tertutup kasus-kasus korupsi lain yang tak kalah hebohnya. Masyarakat pun mulai enggan mempertanyakan penyelesaian kasus korupsi di Indonesia karena korupsi bak lumut di musim hujan dan sulit dibasmi dan terus tumbuh hingga menutupi karang batu atau keadilan. Masyarakat mulai enggan mempertanyakan keadilan di Indonesia. Masyarakat pun enggan untuk sekedar bermimpi bahwa Indonesia akan bebas dari korupsi. Karena hal tersebut terlalu imajiner dan mustahil dilakukan di Indonesia. Yang menjadi focus masyarakat yaitu bagaimana cara mereka bertahan hidup dan mencari makan untuk hari ini, esok dan hari-hari setelahnya.

ERA BOYBAND DAN GIRLBAND BARU

Setelah meledaknya musik-musik melayu pada tahun lalu, sekarang muncul fenomena boyband dan girlband di Indonesia saat ini. Hampir setiap hari kita dapat menjumpai boyband dan girlband di setiap acara musik. Ya, boyband dan girlband di Indonesia sedang merebak setelah lama tidak muncul. Kebangkitan boyband dan girlband ini ditandai dengan munculnya SM*SH di pertengahan tahun 2011. Setelah SM*SH muncul dan berhasil menembus beberapa tangga lagu di program-program pertelevisian mulai muncul boyband dan girlband. Munculnya bergairahnya boyband dan girlband Indonesia tak lepas dai pengaruh dari luar negeri. Masuknya beberapa boyband dan girlband dari luar negeri yang mempengaruhi selera masyarakat Indonesia.
Boyband dan girlband saat ini mulai menjamur kembali di Indonesia setelah pernah merebak di Indonesia pada tahun 1990-an. Namun yang membedakan, boyband dan girlband Indonesia saat ini berkiblat pada boyband dan girlband korea seperti Wonder Girls, Super Junior, BEAST dan lain sebagainya. Kita dapat melihat boyband maupun girlband Indonesia saat ini seperti Sm*sh, Cherrybelle, 7 Icons, Dragon Boys, dan lain-lain baik secara musikalitas maupun secara koreografi lebih condong ke arah boyband dan girlband korea atau yang lebih dikenal dengan istilah K-pop. Beat-beat lagu cepat dan terkesan mengajak para penontonnya ikut menari merupakan salah satu ciri dari K-pop itu sendiri. Selain itu juga dapat dilihat dari cara berpakaian dari para boyband dan girlband Indonesia saat ini. Mereka terkesan berpenampilan mirip dengan boyband dan girlband korea. seperti model rambut yang di cat warna warni dan berpakaian harajuku style agar menyerupai orang-orang korea. dan ada beberapa kritikus musik berpendapat bahwa sebagian besar boyband dan girlband Indonesia saat ini hanya menjual tampang dan bukan music, maksudnya mereka hanya berpenampilan semenarik mungkin agar disukai oleh masyarakat Indonesia saat ini. Sementara muisikalitas menjadi alasan selanjutnya ungtuk menuju ketenaran. Walaupun tidak semua boyband dan girlband si Indonesia saat ini seperti itu. Banyak boyband dan girlband Indonesia yang mempunyai kualitas dan layak menjadi boyband dan girlband papan atas Indonesia saat ini.
Hal ini tentunya berbeda dibandingkan boyband dan girlband Indonesia yang muncul di tahun 1990-an. Seperti ME, T-five, NEO yang mereka berkiblat dari boyband dan girlband barat seperti Westlife, Backstreet Boys, NSYNC, dan juga Spice Girls. Boyband di era ini cenderung berpenampilan elegan dan hanya menggunakan tarian-tarian sederhana. Secara musikalitas boyband dan girlband di era ini lebih menonjolkan  perpaduan suara vokal dari tiap personil dan sedikit koreografi sebagai pelengkap. Lagu-lagunya pun cenderung melankolis dan menyayat hati. Secara penampilan pun boyband dan girlband ini lebih sederhana dibandingkan dengan boyband dan girlband masa sekarang. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan boyband dan girlband sekarang ini. Dan di luar negeri seperti Amerika Serikat pun yang menjadi panutan trend dalam bermusik juga tidak lagi muncul boyband dan girlband seperti era 1990-an. Dan hal ini berdampak pula pada boyband dan girlband Indonesia yang mulai beralih ke boyband dan girlband dari korea.

Munculnya kembali boyband dan girlband Indonesia tentunya kembali mewarnai beragam musik di Indonesia. Hal ini juga meningkatkan kreatifitas dan produktifitas anak bangsa untuk berkarya dalam bidang musik. Selain itu, secara psikologis musik-musik boyband dan girlband Indonesia yang berirama cepat akan member efek positif bagi para pemuda Indonesia untuk lebih bersemangat dibandingkan fenomena musik-musik melayu yang terkesan mendayu-dayu dan kurang memberi dampak positif bagi pemuda Indonesia bahkan lagu-lagu melayu yang bertemakan patah hati dan persoalan percintaan lebih cenderung membuat pemuda Indonesia frustasi dan kurang bergairah. Namun, semua itu terserah pada para konsumen atau penikmat musik di Indonesia. Musik itu subjektif. Tergantung bagaimana sudut pandang kita sebagai pendengar karya-karya anak bangsa.